Popular Posts
- SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL
- KOLONIALISASI BANGSA EROPA DI AMERIKA
- TEUKU UMAR, BERDARAH MINANG KAH? ATAU BERDARAH ACEH?
- Temu ramah dengan Teuku Raja Tani Angsa di gunong kong
- PERANAN CHE GUEVARA DALAM PERJUANGAN MELAWAN OTORITER KUBA
- sistematika filsafat
- KEKUATAN- KEKUATAN SEJARAH
- PERANAN WANITA JAMAN DAHULU DAN ERA GLOBALISASI
- TINJAUAN KRITIS QANUN MEUKUTA ALAM
- SEJARAH ADAT PERKAWINAN ORANG ACEH
Blogger templates
Blogger news
Mengenai Saya
Pengikut
Total Tayangan Halaman
KPESN. Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 01 Maret 2013
Bukti tertua kehadiran huruf Arab pada fase awal Islam di Nusantara
ditemukan di sebuah makam di desa Leran, 8 Km utara kota Gersik Jawa
Timur.
Huruf itu terdapat pada Nisan Fatimah binti Maimun bin Hibatullah.
Dia wafat pada hari Jumat 12 Rabiulawal 475 Hijriyah / 1082 Masehi.
Penanggalan itu menunjukkan nisan dipusara anak perempuan Maimun ini
merupakan bukti tertua penggunaan tulisan Arab di Asia Tenggara.
Demikian di tuliskan pada buku panduan pameran Budaya Islam di Aula
Institut Agama Islam Negeri (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), pada
tanggal 11-17 September 1995.
Inskripsi nisan Fatimah terdiri atas tujuh baris, di tulis dengan
huruf Arab dengan gaya Kufi, salah satu ragam kaligrafi, dengan tata
bahasa Arab yang baik. Nisan ini juga memuat ayat Al-Qur’an, antara lain
surat Al-Rahman ayat 28-27 dan surat Ali Imron ayat 185.
Bersama nisan Maulana Malik Ibrahim, yang wafat pada 12 Rabiulawal
822 H / 8 April 1419 M, juga dimakamkan di Gresik, mengukuhkan pendapat
bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui Persia dan Gujarat. Ada juga
sarjana yang mengatakan batu nisan tersebut mirip kuil tembok Hindu di
Gujarat.
Prof. DR. PA. Hoesien Djajadiningrat menyatakan, “Bukti agama Islam
masuk ke Nusantara dari Iran (persia), ialah ejaan dalam tulisan Arab,
baris di atas, di bawah, dan di depan disebut jabar, Jer dan Pes. Ini
adalah bahasa Iran. Kalau menurut bahasa Arab, ejaannya adalah Fathah,
Kasrah dan Dhammah. Begitu pula huruf Sin yang tidak bergigi, sedangkan
huruf Sin dalam bahasa arab adalah bergigi, ini adalah salah satu bukti
yang terang.”
Siapakah Fatimah binti Maimun? Ahli sejarah Cirebon abad ke 17,
Wangsakerta, sebagai pangeran ketiga keraton pernah melakukan
Gotrasawala (musyawarah kekeluargaan) ahli sejarah se Nusantara
menelusuri silsilah para Syekh, guru agama dan Sultan keturunan Nabi
Muhammad SAW yang menjadi tokoh penyebar agama Islam di Nusantara.
Wangsakerta berdiskusi dengan Mahakawi sejarah dari Pasai, Jawa Timur,
Cirebon, Arab, Kudus, dan Surabaya, serta ulama dari Cirebon dan Banten.
Hasilnya sebagai berikut: Rasulullah Muhammad SAW berputri Fatimah
yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib, berputra Husaian, berputra
Zainal Abidin, yang menurunkan Muhammad Al-Baqir, bapak Ja’far Shadiq,
berputra Ali Al-Uraidi, ayah Sulaiman Al-Basri, yang menetap di Persi,
Sulaiman Abu Zain Al-Basri, yang menurunkan Ahmad Al-Baruni, ayah Sayyid
Idris Al-Malik, yang berputra Muhammad Makdum Sidiq, yang terakhir ini
adalah ayah Hibatullah, kakek Fatimah binti Maimun.
Masih menurut penelusuran itu, Fatimah menikah dengan Pria bernama Hassan yang berasal dari Arab bagian selatan.
Tentang Fatimah binti Maimun ini, pasangan peneliti H.J. de Graaf dan
Th. Piqeaud menghubungkan-nya dengan tradisi Lisan Jawa, tentang putri
Leran atau putri Dewi Swara. Dalam kaitan ini, kedua pakar Belanda ini
juga menerima anggapan bahwa Gresik merupakan pusat tertua agama Islam
di Jawa Timur.
Dengan demikian, tidak mustahil Fatimah binti Maimun itu pendakwah
Islam pertama di Tanah Jawa, bahkan sangat boleh jadi di Nusantara.
Namun ada penulis yang menyatakan, kakeknya pedagang dari Timur tengah,
Hibatullah, menetap di Leran, dan menikah dengan wanita setempat, bahkan
di duga sudah membangun masjid.
Apakah faktor kebetulan bila desa tempat Fatimah binti Maimun di
makamkan itu bernama Leran? Tentu saja hal ini telah menjadi
perbincangan para ahli sejarah sejak lama.
Cendikiawan Muslim Oemar Amin Hoesin, misalnya berpendapat, di Persia
itu ada satu suku namanya “Leren”, suku inilah yang mungkin dahulu
datang ke tanah Jawa, sebab di Giri ada kampung Leren juga namanya.
Begitu pula, ada suku Jawi di Persia. Suku inilah yang mengajarkan huruf
Arab yang terkenal di Jawa dengan huruf Pegon.
Dalam hal ini, Moh. Hari Soewarno mencatat, Leran sebenarnya nama
suku di Iran. mungkin Fatimah berasal dari Parsi, sebab data itu bisa
dibandingkan dengan data lain di Iran sendiri. Di sanapun terdapat desa
yang namanya Jawi, sehingga dapat di tarik kesimpulan, pada abad ke ke
11 itu sudah ada lalu lintas dagang antara negeri kita dengan negeri
Parsi. Peristiwa itu pasti terjadi berulang-ulang serta di mengerti
banyak orang, baik di Jawa maupun di Iran.
Menurutnya, orang Parsi, yang datang ke Jawa merasa kerasan, lalu
menetap. Sebaliknya orang Jawa yang merasa senang di Iran lalu menetap
di sana dan menamai desanya Jawi – untuk menunjukkan perkampungan orang
Jawa disana..
Jadi, dapat disimpulkan, Fatimah binti Maimun adalah orang Parsi yang
menetap di Jawa (tepatnya di Gresik), lalu perkampungannya disana
hingga sekarang terkenal sebagai desa Leran. Lebih jauh diketahui, di
Kediri pada Abad ke 11 sudah banyak orang membuat rumah indah dengan
genting warna-warni, kuning dan hijau. Gaya rumah demikian banyak kita
jumpai di Parsi.
Apakah juga faktor kebetulan jika dari tanah Persia, Fatimah binti
Maimun merantau ke pelabuhan Gresik, kemudian tinggal serta wafat dan
dimakamkan di sana? Bersama nisan ulama Persia Maulana Malik Ibrahim,
yang berangka tahun 882 H / 1419 M, sedang Nisan Fatimah yang berangka
475 H / 1082 M dilihat sebagai bukti bahwa pada waktu itu banyak orang
Gresik yang telah menganut agama Islam. Bahkan sebelum kedatangan para
Wali periode pertama, sudah banyak pedagang Islam di tanah Jawa. Mereka
memilih daerah pelabuhan Gresik, yang saat itu sedang dalam kekuasaan
kerajaan Majapahit, sebagai tempat tinggal mereka.
Bersama Tuban dan Jepara, pelabuhan Gresik sejak zaman Prabu
Airlangga (1019-1041 M) bertahta, telah terjalin hubungan dagang dengan
negara-negara manca. Di pantai Tuban banyak ditemukan kepingan uang emas
dinar Arab bertarikh abad ke 9 – 10, yang menunjukkan bahwa lalu
lintas niaga antara Jawa dan Timur Tengah sudah pesat.
Akan halnya kedudukan Gresik yang istimewa itu, ahli obat-obatan
bangsa Portugal, Tom Pires, yang menyusuri utara pantai Jawa pada Maret
sampai Juni 1513, mencatat dalam jurnalnya, “Mereka mulai berdagang di
negeri itu dan bertambah kaya. Mereka berhasil membangun masjid dan
Mullah, para ulama di datangkan dari Luar.”
Mengenai kemampuan melaut orang Jawa, Babat Tanah Jawi versi J.J.
Meinnsma menggambarkan betapa kapal layar Jawa telah mengarungi samudra
jauh sampai ke negeri Sophala di pantai Afrika Timur yang berhadapan
dengan Madagaskar. Penjelajajahan itu terkait dengan kemajuan bidang
industri pembuatan alat pertanian, seperti Cangkul dan sabit, serta alat
persenjataan, yakni Keris yang bahan bakunya harus di cari sampai ke
Afrika Timur. Itulah sebabnya, orang Jawa memberanikan diri berlayar ke
Sophala dengan tujuan mencari bahan mentah besi yang ada di sana.
Akan tetapi ahli keris B.K.R.T. Hertog Djojonegoro menyatakan bahwa
yang dicari jauh-jauh itu bukan hanya besi, melainkan juga batu metorit
(watu lintang, batu bintang) sebagai bahan pamor atau “kesaktian” pada
keris atau tombak. Pamor yang baik ada 111, antara lain berasal dari
Gunung Uhud, di Arab Saudi, misalnya pamor “Subhanallah,, Alif dan
Ahadiyat”, yang sangat besar kewibawaannya, serta pamor “Rahmatullahi.”
Yang mendatangkan banyak rezeki.
Pengambilan pamor dari Gunung Uhud, menurut Hertog, menunujukkan
bahwa suku bangsa Jawa khususnya dan bangsa Indonesia umumnya pada masa
dahulu merupakan bangsa pelaut dan pedagang yang sudah mengunjungi tanah
Arab dan sudah memiliki hubungan dagang dengan banyak negeri di kawasan
Timur Tengah.
Diakui oleh bangsa asing melalui tulisannya bahwa dalam periode lama
sebelum tarikh Masehi orang Indonesia merupakan bangsa pelaut, bahari
dan pedagang ulung yang mencapai puncaknya pada zaman Sriwijaya,
Syailendra, dan Majapahit. Kemudian masih berlangsung pada masa Demak
dan Mataram di bawah Sultan Agung.
Keahlian membuat Keris hanyalah satu dari 10 ilmu asli yang dimiliki
orang Jawa: Wayang, Gamelan, Metrik (cara dan alat penimbang), Batik,
Logam (dan cara mengolahnya), sistem uang, ilmu pelayaran, Astronomi
(ilmu perbintangan), penanaman Padi basah, dan sistem pemerintahan yang
sangat teratur. (ar/sf) www.suaramedia.com
Label:
SEJARAH DUNIA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar